Nama : Hanis Trijunsa Putri
Npm : 23210125
kelas : 2EB23
HUKUM PERJANJIAN
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst
(bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang
merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau
”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki
pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut
digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan
didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau
perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan
istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak
diberikan.Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
JENIS – JENIS KONTAK
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah :
Ø Berkaitan dengan
aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan
pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian
jual beli.
Ø Berkaitan dengan
perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
Ø Jika suatu perjanjian
timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak
dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir
BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan
perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau
kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku
III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar
menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam,
pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud
dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang
dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang
hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli,
keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production
sharing.Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
PELAKSANAAN KONTAK
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP
menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur
dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa
yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi
subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan
pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk
melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik
terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak,
tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrakHal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :
- Segala
sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan,
dan undang-undang.
- Hal-hal
yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan
suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
- Bila suatu
hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan
karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek,
maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada
kepatutan.
- Fungsi
melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas
kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang
membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga
yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
- Fungsi
menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan
dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk
mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian
tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
- Tidak
memenuhi prestasi sama sekali
- Terlambat
memenuhi prestasi, dan
- Memenuhi
prestasi secara tidak sah
Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
- Pemenuhan
perikatan
- Pemenuhan
perikatan dengan ganti rugi
- Ganti rugi
- Pembatalan
persetujuan timbale balik, atau
- Pembatalan
dengan ganti rugi
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya
perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian
yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
3.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
4.
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya
manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi
ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka
yang berada dibawah pengampunan.
5.
Mengenai suatu hal tertentu
6.
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal
tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek
perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu,
jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai
haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
7.
Suatu sebab yang halal
8.
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
Sumber :