TUGAS KELOMPOK SOFTKILL AKUNTANSI INTERNASIONAL
MATERI ARTIKEL :
TINGGINYA BIAYA PRODUKSI
NAMA KELOMPOK :
1. CHAIRUNISSA (21210543)
2. HANIS TRIJUNSA PUTRI
(23210125)
3. KARTIKA MONA LESTARI
(23210845)
4. VIVI JULIANTI (29210093)
KELAS : 4EB23
ARTIKEL 1
1.
KENAIKAN
HARGA BAWANG
Ketidakberesan
pemerintah dalam mengatur sektor pertanian, khususnya terkait dengan kebijakan
impor sektor pangan, semakin nyata. Belum lama ini kenaikan harga komoditas
bawang merah dan bawang putih dalam dua pekan terakhir membuat ibu-ibu rumah
tangga menjerit hampir di seluruh kota di Tanah Air. Kenaikan harga pada
tingkat tertentu sebenarnya tidak menjadi masalah, sepanjang terkendali. Namun
akan menjadi masalah jika kenaikan harga sudah tidak terkendali, sehingga
menyengsarakan kehidupan masyarakat dengan ekonomi tingkat bawah. Apalagi bila
kenaikan tersebut mengakibatkan angka inflasi yang tinggi.
Dampaknya adalah menurunnya
kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Para ibu rumah tangga pun mengeluh saat
harga meningkat menjelang tahun politik ini. Karena itu, upaya menangani
sumber-sumber kenaikan harga menjadi strategis untuk dilakukan.
Seperti yang terjadi akhir-akhir
yaitu melonjaknya harga bawang yang disebabka oleh beberapa hal. Kenaikan harga
bawang yang begitu drastis ini tentu saja menimbulkan berbagai masalah baik itu
bagi konsumen mauun Negara. Bag konsumen, kenaikan harga bawang ini terasa
begitu menyiksa terutama bagi kalangan masyarakat bawah. Kebutuhan akan
komoditi bawang sebagai bumbu dapur ini sangat sulit untuk dikurangi mengingat
bawang sendiri sudah menjadi bumbu wajib.
Selain
itu, dampak ini juga dirasakan bagi Negara karena kenaikan harga bawang ini
merupakan penyumbang kenaikan inflasi terbesar. Maka dari itu perlu dibahas
mengenai masalah kenaikan harga bawang ini. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai masalah kenaikan harga bawang, hal-hal yang menyebabkannya dan
beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Ø Masalah
Kenaikan Harga Bawang
Kenaikan
harga produk hortikultura yang bervariasi memicu ketidakstabilan harga, khususnya
bawang merah dan putih. Sebelumnya, harga bawang merah dan bawang putih berada
di kisaran Rp 16-18 ribu per kilogram. Saat ini harga bawang putih melonjak
menjadi Rp 72 ribu per kg, sedangkan bawang merah Rp 48 ribu per kg. Kenaikan
harga dinilai tidak wajar, per hari bahkan bisa naik sampai Rp 5.000. Gejolak
kenaikan harga yang bervariasi, jika tidak diantisipasi, dapat berubah menjadi
krisis pangan.
Secara
teknis, gejolak kenaikan harga pangan disebabkan oleh lemahnya infrastruktur
distribusi, nilai tukar mata uang, dan harga input pertanian. Namun ada yang
jauh lebih bersifat sistemik, yaitu terjadinya lonjakan harga karena faktor
ulah manusia. Yang termasuk faktor ulah manusia adalah peran dominan kaum
kapitalis, spekulasi di bursa berjangka, melemahnya peran negara, kebijakan
impor yang salah, serta permainan swasta nasional dalam perdagangan.
Kenaikan
harga pangan, khususnya bawang merah dan bawang putih, tentu membuat pedagang
kecil tidak nyaman berusaha. Konsumen berkurang dan mengeluh. Lonjakan harga
pangan hortikultura tak menguntungkan petani kecil, pedagang, dan konsumen.
Dengan demikian, pengawasan stok bawang dan komoditas pangan hortikultura
lainnya mutlak dilakukan. Payung hukum yang melarang penimbunan perlu
diefektifkan. Jaringan informasi distribusi dan harga bawang harus transparan.
Data Kementerian Perdagangan (12/3)
menyebutkan, pada Februari dan minggu pertama Maret 2013, harga bawang
putih dan bawang rata-rata naik 31,38 persen. Harga itu berawal dari
Rp 15.000 lalu meningkat menjadi Rp 60.000 per kilogram (kg). Sementara
itu, bawang merah rata-rata naik 11,36 persen. Pada 4 Maret 2013 harganya Rp
21.000 kg, tetapi pada 12 Maret menjadi Rp 40.000 per kg. Dikhawatirkan
kenaikan harga bawang putih dan bawang merah akan menyumbang inflasi terbesar
untuk bulan Maret 2013. Pada Februari 2013 inflasi terbesar disumbang oleh
kenaikan harga bawang putih dan bawang merah sekitar 16% .
Ø Penyebab
Kenaikan Harga Bawang
Ada
beberapa hal yang disinyalir menjadi penyebab naiknya harga bawang yang sedang
terjdi akhir-akhir ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Cuaca
Akibat cuaca kurang mendukung dan
curah hujan cukup tinggi di berbagai belahan dunia akhir 2012 dan berlanjut
pada Januari sampai Maret 2013, produksi beberapa komoditas hortikultura
menurun, terutama komoditas bawang putih dan bawang merah di sejumlah Negara
termasuk sentra-sentra produksi di wilayah Indonesia. Dampaknya, gagal panen
dan terganggunya pasokan untuk pasar-pasar konsumsi di dalam negeri. Harga
kedua komoditas tersebut dalam kurun waktu yang relatif singkat telah beberapa
kali meroket akibat makin berkurangnya pasokan.
b. Kurangnya pasokan dan naiknya harga
bawang di China
Faktor lain pemicu kenaikan harga
bawang adalah kurangnya pasokan dan naiknya harga dari negara asalnya
yaitu China, yang merupakan eksportir terbesar bawang putih ke Indonesia, 95
persen kebutuhan nasional. Di China sendiri harga bawang putih naik dari Rp
13.000 per kg menjadi Rp 18.000 per kg akibat gagal panen dan makin
tingginya permintaan dalam negeri.
c. Pelanggaran aturan importir
Krisis bawang di Indonesia
diperkeruh ulah pemodal dan pengusaha besar ataupun importir, dengan melanggar
aturan impor. Beberapa peti kemas dari 599 peti kemas bawang putih impor dari
China, tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Diduga ada unsur
kesengajaan pihak importir untuk menahan peti kemas dengan mengulur waktu
pengurusan surat persetujuan impor (SPI) dan dokumen rekomendasi impor produk
hortikultura (RIPH). Harapannya, terjadi kelangkaan bawang di pasar
sehingga akan mendongkrak harga. Komisi Perdagangan dan Persaingan Usaha (KPPU)
mensinyalir 11 importir bawang putih melakukan praktik kartel dengan cara
mengulur waktu pengurusan ijinnya bagi ke 394 peti kemas produk bawang putih.
d. Kebijakan Pembatasan importasi
Secara umum, dinamika dan
kompleksitas suatu masalah akibat pergerakan harga komoditas tertentu, telah
menimbulkan berbagai persoalan sekaligus sebuah tantangan dan peluang yang
perlu dicermati dan di antisipasi oleh kalangan stakeholder melalui sejumlah
langkah kebijakan dan penerapan strategi yang tepat sasaran, guna mengendalikan
dengan menjadikannya lebih bernilai dan bermanfaat (riant nugroho, 2009).
Akibat penerapan kebijakan tentang
pembatasan importasi pada 13 produk hortikultura melalui Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 66 Tahun 2012, salah satunya komoditas bawang putih telah menimbulkan
terjadinya kenaikan harga yang cukup tinggi pada sejumlah pasar konsumsi di
daerah-daerah. Pada awalnya kebijakan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan
berbagai alasan, antara lain untuk melindungi hasil produksi/panen para petani
lokal yang akan memasuki panen raya, agar terserap hasil panennya di pasaran
dan dapat menjamin tingkat harga yang lebih menguntungkan agar tidak jatuh pada
tingkat yang rendah, seperti yang dialami pada tahun sebelumnya, serta dapat
mengendalikan jumlah yang ideal atas pasokan yang akan memasuki pasar konsumen
dalam negeri, antara perbandingan jumlah produksi dalam negeri dengan tingkat
kebutuhan impornya.
Berdasarkan
data dan angka pemerintah, produksi bawang putih lokal yang dihasilkan para
petani menunjukan rata-rata produksinya sebesar 14.200 ton per tahun, sementara
untuk kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, rata-rata per tahun sebesar
400.000 ton. Terlihat cukup besar angka perbandingannya, antara angka jumlah
produksi dan angka jumlah kebutuhan permintaan dalam negeri, yaitu angkanya
sebesar 385.800 ton per tahun.
Sekitar
awal tahun antara Januari sampai dengan Maret 2013, panen raya diperkirakan
akan segera dialami oleh para petani lokal penghasil komoditas hortikultura
terutama bawang putih dan bawang merah. Dengan alasan dasar itulah pemberlakuan
dan penetapan oleh stakeholder mengenai pembatasan impor produk hortikultura
terutama komoditas bawang putih diberlakukan.
Pergerakan harga bagi ke dua
komoditas tersebut, saat ini telah menjadi perhatian dan fokus utama bagi
pemerintah khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Akibat kenaikan
harga-harga pangan yang terjadi belakangan ini, dampak yang ditimbulkan sudah
cukup meluas bagi hajat hidup orang banyak, dan harus segera dikendalikan
kestabilan harganya sehingga tidak akan menggerus daya beli masyarakat
Indonesia.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas,
semestinya perlu segera dilakukan perbaikan regulasi terhadap kebijakan Permentan
Nomor 66/2012 mengenai pembatasan impor hortikultura terutama komoditas bawang
putih dan kebijakan terkait bawang putih lokal, bukan dengan cara menutup rapat
keran impornya, akan tetapi lebih kepada pengendalian pasokannya di dalam
negeri dikarenakan hasil produksi bawang putih kita (lokal) tidak akan
mencukupi untuk penyediaan kebutuhan konsumsi masyarakat.
Ø Solusi
Kenaikan Harga Bawang
Penyebab kenaikan harga kebutuhan pangan,
khususnya komoditas bawang, bila dicermati bisa diakibatkan oleh tiga faktor.
Pertama, kelangkaan barang; kedua, penurunan nilai mata uang yang dipegang
masyarakat; dan ketiga, tingginya permintaan. Dari ketiga faktor tersebut,
faktor kedua adalah problem kenaikan harga (inflasi) pada barang-barang
kebutuhan pokok yang biasa terjadi dalam skala tahunan secara agregat (merata
pada suatu masyarakat), dan hal ini terjadi bukan lantaran kelangkaan
barang-barang kebutuhan pokok tersebut.
Setidaknya ada beberapa langkah yang
perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga, terutama
komoditas bawang, agar menjadi stabil.
·
Mengawasi
harga agar terkendali
pemerintah seharusnya mampu
mengawasi harga agar terkendali, tidak boleh membiarkan harga melambung tinggi
yang dinaikkan sepihak oleh penjual perusahaan swasta, sementara masyarakat
menjerit. Praktek-praktek yang terlarang, seperti penipuan, penimbunan,
monopoli, menetapkan harga, dan menaikkan harga, perlu ditindak dengan sanksi
yang tegas.
Di samping itu, pemerintah perlu
mendorong berkembangnya sektor riil saja (pertanian, perikanan, perkebunan,
perindustrian, transportasi, dll). Regulasi yang mengatur barang dan jasa yang
boleh atau tidak boleh dilakukan secara berkelanjutan perlu dibuat secara
berkeadilan. Aktivitas perdagangan produk pangan perlu dijaga agar berjalan
sewajarnya, sehat dan adil, tidak merugikan antara penjual dan pembeli dengan
menaikkan harga seperti yang terjadi sekarang ini.
·
Penurunan
biaya sarana produksi
Pemerintah mesti menurunkan biaya
sarana produksi pertanian dan memperbaiki infrastruktur distribusi hasil
pertanian. Tingginya biaya produksi dan biaya angkut saat ini dinilai sebagai
pemicu utama meningkatnya harga pangan, khususnya bawang. Diperlukan penerapan
sanksi yang tegas bagi pelaku peredaran produk illegal serta pengawasan aturan
yang diberlakukan terhadap terjadinya kenaikan permintaan makanan dan minuman
·
Edukasi
terhadap konsumen lokal
Faktor komponen yang perlu serius
diperhatikan oleh para pemangku pembuat kebijakan jika akan dilakukan perbaikan
pada regulasi, adalah berupaya agar dapat menciptakan kegairahan para petani
kembali untuk meningkatkan produktivitas dan produksi bawang putih local, serta
upaya yang lebih intensitas pelaksanaan edukasi kepada para konsumen di dalam
negeri agar dapat beralih (diversifikasi) yang tadinya terbiasa mengolah
makanan dengan bawang putih impor kepada jenis bawang putih lokal yang saat ini
masih kurang diminati penggunaannya.
Dengan
demikian, jika kebijakan tersebut dapat mendiversifikasi permintaan mereka,
tentunya akan mempunyai dua keuntungan sekaligus, yaitu pertama: Para petani
akan lebih bergairah untuk menanam kembali sehingga terjadi peningkatan
hasil/panen produksi bawang putih lokal yang impaknya dapat meningkatkan
pendapatan para petani, dan secara tidak langsung akan terjadi pengurangan
jumlah kuota impor produk bawang putih di dalam negeri, akibat telah tingginya
permintaan konsumen yang sudah beralih dan mengemari penggunaan produk bawang
putih lokal sehari-hari.
Dalam jangka panjang, pemerintah
perlu menghentikan impor pangan pada produk yang bisa dihasilkan di dalam
negeri seperti bawang, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Sebab, impor
bahan pangan, selain menghamburkan devisa, dapat membunuh produsen pangan dalam
negeri dan mengancam kedaulatan pangan nasional. Selain itu, impor pangan hanya
akan memakmurkan para spekulan dan komprador penjual. Di sisi lain, negara
dengan penduduk lebih dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa maju, jika
kebutuhan pangannya bergantung pada impor (FAO, 1998). Negara perlu segera
menjadikan sektor pertanian sebagai sumber kekuatan ekonomi nasional. Akhirnya,
seluruh kebijakan politik-ekonomi menjelang tahun politik ini harus kondusif
untuk bisa mengendalikan kenaikan harga pangan.
·
Pemanfaatan
Teknologi
Pertimbangan tambahan yang harus
menjadi perhatian bersama adalah dengan
menggalakkan bidang penelitian dan pengembangan dalam pertanian. Dengan masih
lemahnya diseminasi teknologi dan pemanfaatan teknologi tersebut kepada
masyarakat secara luas menjadi salah satu kendala juga bagi adopsi penerapan
teknologi dalam usaha meningkatkan produksi, di tambah lagi mekanisme investasi
dan pembiayaan pertanian yang saat ini masih belum semua bisa dijangkau oleh
masyarakat terutama para petani.
Meningkatkan kemampuan produksi dan
menciptakan daya saing yang tinggi bagi komoditas pertanian dalam negeri
terutama komoditas hortikultura menjelang era perdagangan bebas, menjadi salah
satu dasar kekuatan ekonomi bangsa dan kunci untuk mengulang kesuksesan kembali
Indonesia sebagai negara agraris (swasembada) yang mendukung perekonomian
dunia.
ARTIKEL
2
2.
Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Tingkat Inflasi
dan Perekonomian Indonesia
Kebijakan
pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri
menyebabkan perubahan perekonomian secara drastis. Kenaikan BBM ini akan diikuti
oleh naiknya harga barang-barang dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan harga
barang dan jasa ini menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan
dan mempersulit perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan
tetap.
Jika terjadi
kenaikan harga BBM di negara ini, akan sangat berpengaruh terhadap permintaan
(demand) dan penawaran (supply). Permintaan adalah keinginan yang disertai
dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan
(Rosyidi, 2009:291). Sementara penawaran adalah banyaknya jumlah barang dan
jasa yang ditawarkan oleh produsen pada tingkat harga dan waktu tertentu.
Permintaan
dari masyarakat akan berkurang karena harga barang dan jasa yang ditawarkan
mengalami kenaikan. Begitu juga dengan penawaran, akan berkurang akibat
permintaan dari masyarakat menurun. Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi
melonjak akibat dari naiknya biaya produksi dari barang dan jasa. Ini adalah
imbas dari kenaikan harga BBM. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, “Jika
harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun, dan
sebaliknya jika harga barang turun,
jumlah barang yang diminta akan bertambah” (Jaka, 2007:58).
Masalah
lain yang akan muncul akibat dari kenaikan harga BBM adalah kekhawatiran akan
terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi karena dampak kenaikan harga
barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang mengalami kenaikan.
Kondisi perekonomian Indonesia juga akan mengalami masalah. Daya beli
masyarakat akan menurun, munculnya pengangguran baru, dan sebagainya.
Inflasi
yang terjadi akibat kenaikan harga BBM tidak dapat atau sulit untuk dihindari,
karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang.
Disisi lain, kenaikan harga BBM juga tidak dapat dihindari, karena membebani
APBN. Sehingga Indonesia sulit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik itu
tingkat investasi, maupun pembangunan-pembangunan lain yang dapat memajukan
kondisi ekonomi nasional.
Dengan
naiknya tingkat inflasi, diperlukan langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan
untuk mengatasinya, demi menjaga kestabilan perekonomian nasional. Diperlukan
kebijakan pemerintah, dalam hal ini Bank Sentral yakni Bank Indonesia untuk
mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang beredar di
masyarakat ini berhubungan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Banyaknya uang
yang beredar di masyarakat ini adalah dampak konkret dari kenaikan harga BBM.
Bank
Indonesia selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk mengatasi masalah ini,
selain pemerintah tentunya, bertugas untuk mengatur jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Salah satu langkah yang
dilakukan untuk mengatasi inflasi ini adalah dengan mengatur tingkat suku
bunga. Kebijakan menaikan dan menurunkan tingkat suku bunga ini dikenal dengan
sebutan politik diskonto yang merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter.
Dari latar
belakang diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) Terhadap Tingkat Inflasi dan Perekonomian Indonesia”.
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
(BBM)
Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan
BBM bisa kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan masal,
sehingga ketidakstabilan dimasyarakat akan meluas (Hamid, 2000:144). Sebagian
masyarakat merasa tidak siap untuk menerima kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM
ini merupakan tindakan pemerintah yang beresiko tinggi.
Meskipun demikian, kenaikan harga BBM juga dapat menimbulkan
dampak yang positif.
A. Dampak Positif
1) Munculnya bahan bakar dan kendaraan
alternatif
Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.
Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.
2) Pembangunan Nasional akan lebih
pesat
Pembangunan nasional akan lebih
pesat karena dana APBN yang awalnya
digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi
dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam pembangunan di berbagai wilayah
hingga ke seluruh daerah.
3) Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara)
Jika harga
BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah
akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat
diminimalisasi.
4) Mengurangi Pencemaran Udara
Jika harga
BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan bakar.
Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar tersebut dapat berkurang, dan akan
berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.
B. Dampak negatif
1)
Harga barang-barang dan jasa-jasa
menjadi lebih mahal.
Harga
barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi
sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.
2) Apabila harga BBM memang dinaikkan,
maka akan berdampak bagi perekonomian khususnya
UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)
3) Meningkatnya biaya produksi yang
diakibatkan oleh: misalnya harga bahan, beban transportasi dll.
4)
Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka
rantai perekonomian akan terputus.
5)
Terjadi Peningkatan jumlah
pengangguran.
Dengan
meningkatnya biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6)
Inflasi
Inflasi akan terjadi jika harga BBM
menglami kenaikan. Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi
suatu barang atau jasa.
Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) Terhadap Inflasi dan Perekonomian
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi.
Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini
premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan jenis barang
komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti penggunaan BBM, tapi
BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut,
harga BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak
tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika harga
BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula. Terutama dalam
biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah “Cost Push Inflation”. Karena inflasi ini
terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat
berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang
akan terjadi adalah “Domestic Inflation”,
sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.
Kenaikan
harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya
kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya
distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal,
daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap. Ujungnya
perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.
Di sisi
lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin
sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai
dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang.
Hal-hal di
atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah
terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun negara kita merupakan
penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih
membutuhkan impor bahan baku minyak juga.
Dengan
tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga
semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan
pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya
harga ekspor komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit
mentah (CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak
akan sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi
minyak.
Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian
Nasional
Kenaikan
harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak dari terjadinya inflasi
terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
1. Inflasi akan mengakibatkan perubahan
output dan kesempatan kerja di masyarakat,
2. Inflasi dapat mengakibatkan ketidak
merataan pendapatan dalam masyarakat,
3. Inflasi dapat menyebabkan penurunan
efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung
parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai
pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan produksi karena harga
meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri
atau karyawan swasta serta
kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi
semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Sementara
dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa dirugikan dan ada juga yang
diuntungkan. Golongan masyarakat yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang
berpenghasilan tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan
para kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum
spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para debitur.
Inflasi
dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi
suatu wilayah negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan
perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga
konsumen (IHK). Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli
masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi
besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian pada bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan simpulan dari masalah
yang dibahas. Inflasi merupakan melemahnya atau menurunnya nilai mata uang
karena banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat, atau suatau keadaan
dimana terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan terjadi secara
terus-menerus (continue).
Naiknya
harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak bagi masyarakat. Baik itu dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak yang signifikan akan terjadi pada tingkat
inflasi dan pada kondisi perekonomian nasional. Dampak kenaikan harga BBM
terhadap inflasi adalah akan terjadi kenaikan pada tingkat persentase inflasi.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah, dan akan berdampak pula
pada harga berbagai jenis barang dan jasa. Kondisi perekonomian akan mengalami
goncangan, ketidakstabilan akan terjadi. Iklim investasi akan menurun, sehingga
berpengaruh pada jumlah pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan
pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan kebijakan moneter. Seluruh
instrumen kebijakan moneter efektif dalam mengurangi dan mengatasi inflasi.
ARTIKEL 3
3. MELAMBUNGNYA HARGA
KEDELAI
Harga
kedelai yang telah mencapai harga Rp. 8.000,- membuat para produsen tahu dan
tempe kewalahan dalam memperoleh bahan baku pembuatan tahu dan tempe. Dulu
orang bangga makan Semur daging dan ayam opor, ketimbang makan tahu tempe, tapi
kini tahu dan tempe barang mahal dan langka. Namun siapa sangka hari ini tahu
dan tempe menjadi makanan elit atau bahkan nyaris hilang dari pasar karena aksi
mogok para produsen tahu dan tempe yang menuntut diturunkannya harga kedelai
yang melonjak cukup tinggi. Para produsen tahu tempepun menyiasiati mahalnya
harga kedelai yang melonjak cukup tinggi tersebut dengan memperkecil ukuran
tahu tempenya. Akankah tahu dan tempe menjadi barang yang langka ataupun kalau
ada harga bisa melebihi seekor ayam potong?
Sebenarnya
masalah kenaikan harga kedelai ini adalah ulangan kejadian tahun 2008. Pada
saat itu, banyak pengusaha tahu dan tempe harus menghentikan produksinya
karena kenaikan biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual. Solusi
yang diberikan pemerintah pada waktu itu adalah mencari sumber impor kedelai dari
negara lain selain AS. Penulis yakin solusi untuk mengatasi kenaikan harga
kedelai tahun ini juga sama, yaitu mengimpor kedelai dari negara lain selain
AS. Namun demikian, solusi itu tidak mengatasi masalah mendasar dari industri
ini yaitu kerentanan bahan baku dari fluktuasi harga dan pasokan.
Pada
dasarnya hampir semua industri berbasis produk pertanian di Indonesia mempunyai
masalah yang sama dengan industri tempe dan tahu. Hal ini merupakan akibat
ketidakjelasan tata kelola industri nasional secara menyeluruh. Pelaku industri
dan pemerintah cenderung mencari jalan keluar instan yang hanya bersifat
sementara, ada pun masalah fundamental tetap tidak terpecahkan.
Untuk
mengatasi melonjaknya harga kedelai, pemerintahpun segera mengambil
langkah-langkah untuk dapat menurunkan harga kedelai dengan memberikan dan memfasilitasi keleluasaan
kepada Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe untuk mengimpor langsung kedelai.
“Kementerian Perdagangan juga telah melakukan pembicaraan dengan pengimpor
kedelai untuk tidak mengambil keuntungan yang tinggi di dalam situasi kedelai
dunia yang sedang mendapatkan persoalan karena kekeringan dan China mengimpor
kedelai yang sangat besar lebih dari 60 juta ton,” lanjut Hatta.
Harga
bahan baku kedelai impor dari Amerika Serikat (AS) naik sampai kisaran
Rp7.800-Rp8.000 per kilogram dari sebelumnya hanya Rp 5.000-Rp 6.000 per
kilogram. Kondisi ini memaksa pengusaha tahu tempe untuk menghentikan produksi
mereka. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tahu dan tempe sejak lama menyimpan
masalah laten yaitu ketergantungan bahan baku terhadap kedelai impor. Hal ini
sebenarnya ironis mengingat tahu dan tempe sering disebut makanan asli
Indonesia, tetapi bahan bakunya justru diimpor dari AS. Penyebab utama kenaikan
harga bahan baku kedelai sebenarnya dipicu oleh kekeringan yang melanda daerah
pertanian utama di Midwest, AS. Departemen Pertanian AS menyebutkan produksi
kedelai turun dari 81,25 juta ton pada tahun musim panen tahun 2011 menjadi
76,25 juta ton pada musim panen tahun ini.
Menko
Perekonomian mengajak semua pihak untuk terus mendorong petani-petani kedelai
kita untuk terus meningkatkan produksi dan memanfaatkan, situasi keadaan dunia
yang sedang kekurangan ini.
Ø PERMASALAHAN
Menteri
Pertanian Suswono mengatakan melonjaknya harga kedelai saat ini akibat petani
beralih ke komoditas jagung. Komoditas jagung dinilai lebih menjanjikan karena
harganya lebih tinggi. "Jagung dan kedelai ditanam dalam waktu yang sama.
Saat ini petani cenderung beralih ke jagung. Sebab dengan harga kedelai Rp 5
ribu, petani berat untuk kedelai," kata Menteri Pertanian Suswono saat
ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa, 24 Juli 2012.Pada Januari lalu harga
eceran kedelai hanya Rp 5.500 - Rp 5.600 per kilogram. Namun saat ini harganya
sudah mencapai Rp 8 ribu per kilogram.
Kenaikan
harga kedelai juga disebabkan produksi kedelai di Amerika Serikat menurun.
Padahal, Negeri Abang Sam ini adalah penghasil kedelai terbesar di dunia dan
sumber ekspor kedelai ke Indonesia. Selain itu, kata Suswono, Cina mulai
membeli kedelai secara besar-besaran. Akibatnya, pasokan kedelai di pasar dunia
menipis
Harga
kedelai yang melonjak ini membuat perajin tempe dan tahu berniat mogok kerja.
"Inilah persoalan ketika harga kedelai tinggi, maka produsen tempe dan
tahu yang akan berteriak. Karena kita masih impor kedelai 60 persen dan 40
persen lokal," ujar Suswono.
Bayangkan saja kebutuhan nasional
kedelai 2,4 juta ton/tahun. Demand (permintaan) sebesar itu hanya bisa dipenuhi
di dalam negeri sekitar 600 ribu/ tahun. Terdapat kekurangan yang mencapai
1,8 juta ton/tahun.Ini adalah peluang !!!! Peluang bagi penduduk anak negeri.
Peluang itu bisa menciptakan ratusan ribu pekerjaan baru bagi anak negeri.
Bahkan bisa berdampak efek domino, menggerakan ekonomi dalam negeri dalam skala
luas.
Permasalahan kedelai ini dapat
digolongkan dalam 5 kategori :
1.
Kebijakan Pemerintah
Ini adalah
masalah utama. Contohnya adalah kepemilikan lahan. Beberapa tahun yang lalu,
sudah ada RUU Lahan Pertanian abadi
Ketua
Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA ) Winarno Tohir mengatakan, RUU
Lahan Pertanian Abadi yang disampaikan pemerintah kepada DPR dan baru dibahas
mulai awal tahun ini. Sayang, perkembangan pembahasannya belum juga menunjukkan
perkembangan.”Agar ada kepastian untuk ketersediaan lahan pertanian, sudah
seharusnya RUU ini cepat diselesaikan,” ujar Winarno, Sabtu (15/11).Winarno
menjelaskan, RUU Lahan Pertanian Abadi dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang
antara pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan pertanian. Bila tidak,
bukan tidak mungkin Indonesia bakal kesulitan suplai pangan.Di dalam RUU
tersebut, lanjut dia, disebutkan ada jaminan untuk lahan pertanian. Itu dalam
artian, masyarakat diwajibkan menyediakan lahan pertanian baru bila ingin
mengalihfungsikan lahan pertanian yang ada untuk fungsi lain seperti diganti
untuk perumahan. “Jadi prinsipnya boleh menggunakan lahan pertanian asal
menggantikan lahan baru untuk lahan pertanian yang dipakai,” sambungnya.
2. Bea Masuk Kedelai
Selanjutnya,
Menaikkan biaya masuk kedelai. Menurut saya, biaya masuk tarif impor kedelai 5
% terlalu rendah. Dengan menaikkan biaya ini, maka harga kedelai bisa mahal.
Dan ini peluang bagi petani kedelai. Bukannya malah menjadikan tarif impor
menjadi 0 %. Dimana logikanya?
Malah hari
ini, pemerintah telah menghapus bea masuk kedelai. Alasannya karena darurat.
Alasanyang tidak tepat. Masa darurat terjadi berkali-kali. Ingat tahun 2008,
kita juga sudah pernah mengalaminya.
3. Tata Niaga Kedelai
Bila harga
sedang naik, petani cendrung latah tanam kedelai. Hasilnya, harga jeblok.
Petani rugi. Tak mau lagi tanam kedelai. Ini adalah dilema. Menentukan tata
niaga kedelai bisa dijadikan ajuan bagi petani kedelai. Ada harga ekonomis
terendah bagi kedelai.
4. Pola Pikir
Saya sudah
menjelasakan dalam tulisan mengenal musim tanam dan
pola tanam dan
pola tanam padi
sawah dan IP 400.
Dengan cara sederhana, menerapkan pola tanam yang benar maka hasil kedelai bisa
tingkatkan. Bahkan bisa swasembada kedelai. Tapi pola pikir pengambil kebijakan
dan sebagian besar para petani terbalik. Mereka ingin agar sawahnya,
ditanam padi selama 1 tahun. Bahkan kalau bisa menjadi IP 400. agar swasembada
padi berkelanjutan. Pola pikir terbalik juga terdapat pada SL PTT padi dan
kedelai. Di daerah tertentu dengan SL PTT padi, kadang poktan diberikan benih
yang lama seperti Ciherang (2000). Padahal, di daerah tsb sudah ada yang
tanamin padi.
Demikian
pula dengan kedelai. Ada daerah tertentu yang mendapatkan SL PTT kedelai. Yang
didapat varietas anjasmoro, padahal ada varietas lain seperti grobogan yang
jelas-jelas di daerah tsb sudah terbukti unggul. Akibatnya yaitu hasil padi
yang digadang-gadang malah hasilnya kurang. Jumlah air yang dibutuhkan banyak.
Hama dan penyakit padi meningkat. Dan banyak kerugian lagi yang didapatkan.
Bila ada contoh dari daerah tertentu seperti Grobogan. Harusnya daerah lain
mencontoh. Dan tugas pemerintah menyebarkan keberhasilan daerah yang
sudah bagus dalam hal ini penanganan kedelai.
5. Program Berkelanjutan
Pertama,
mulai dari penciptaan kedelai lokal yang sesuai pasar. Memberi insentif bagi
para pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang berkaitan
dengan kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli kedelai.
Buat sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan
penangkar-penangkar benih kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah akan
tercipta ribuan tenaga kerja. Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk organik,
pupuk kimia dll. Dari pupuk organik, akan tercipta ribuan tenagakerja baru.
Dari mulai proses distribusi akan ada tenaga kerja baru yang tercipta dst dst.
Keempat, menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung, provinsi Gorontalo
sudah menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang lahannya
terlantar. Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.
Faktor lain yang tak kalah penting,
yaitu ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor menjadikan industri
pengguna kedelai terbelenggu oleh harga komoditas ini di pasar global. Maklum,
hampir 90% kebutuhan kedelai dalam negeri masih harus dipasok dari beberapa
negara, terutama Amerika Serikat (AS) dan Amerika Selatan. Mengutip data Badan
Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011, total produksi kedelai produksi dalam
negeri hanya mencapai 851.286 ton atau memasok 29% dari total kebutuhan dalam
negeri yang mencapai hampir 2,6 juta ton (lihat tabel).
Alhasil,
sisa kebutuhan ditutup oleh kedelai impor yang mencapai 2,09 juta ton. Hampir
80% di antaranya berasal dari AS (1,85 juta ton). Oleh karena itu, kondisi di
negara penghasil kedelai sangat berpengaruh pada pasokan dan harga. Tren
kenaikan harga kedelai saat ini, misalnya, dipicu oleh kekeringan di sebagian
wilayah AS, termasuk di sebagian setra pertanian. Departemen Pertanian AS
menyatakan, 1.300 kota di 29 negara bagian mengalami kekeringan sehingga
mengakibatkan kondisi lahan berada pada level terburuk sejak 1988. Saat itu,
produksi kedelai negara itu anjlok 20% dibanding tahun sebelumnya.
Katakanlah kekeringan di AS tidak
terjadi. Problem lain yang menggelayuti industri pengguna kedelai adalah tata
niaga kedelai masih dikuasai oleh beberapa perusahaan. Ada empat importir besar
dan beberapa puluh distributor yang leluasa menentukan harga. Jadi, tidak mudah
mengubah system perdagangan yang sudah mengakar ini.
SOLUSI DARI PEMERINTAH
SOLUSI DARI PEMERINTAH
Pemerintah
sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi krisis tingginya harga kedelai.
Sayang, kebijakan ini tak bisa otomatis menurunkan harga karena pasokan kedelai
sangat dipengaruhi beberapa faktor yang perlu solusi jangka panjang. Dalam
rencana kerja Kementerian Pertanian, untuk mencapai swasembada kedelai pada
2014, maka produksi harus mencapai 2,7 juta ton. Namun, upaya swasembada ini
masih terkendala masalah lahan. "Swasembada kedelai memerlukan tambahan
lahan minimal 500 ribu hektare," kata dia. Saat ini pihaknya sedang
mengupayakan menambah lahan yang diinventarisasi oleh Badan Pertanahan
Nasional. Kementerian Pertanian dan BPN sepakat untuk meretribusi lahan untuk
kebutuhan pertanian. Dalam satu bulan ke depan, pihaknya bersama BPN akan
mengkaji lahan mana yang bisa didistribusikan kepada petani. Namun, jika
ternyata tak kunjung terealisasi, maka akan diterapkan pola inti-plasma.
Suswono juga punya rencana lain. Untuk menggenjot produksi kedelai, maka akan
dilakukan dengan sistem tumpang sari. Potensi penanaman sistem tumpang sari ini
bisa setara perluasan lahan 200 ribu hektare. Musim kemarau dianggap cocok
untuk mulai menanam kedelai.
Agar tidak
bergantung pada penambahan lahan, Kementerian Pertanian akan mengupayakan
peningkatan produktivitas dari 1,3 ton per hektare menjadi 1,54 ton per
hektare. Lalu pemberian bantuan benih unggul, meningkatkan penggunaan pupuk,
dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. "Dalam dua tahun masih
memungkinkan untuk swasembada," katanya.
Aksi mogok
para produsen tempe dan tahu selama tiga hari sampai akhir pekan lalu memaksa
pemerintah bergerak. Menjawab aspirasi para produsen tempe tahu yang
mengeluhkan harga kedelai yang makin tinggi sejak Mei 2012 lalu, lewat
Kementerian Perdagangan (Kemendag), pemerintah member solusi.
Pertama, menghapus bea masuk impor kedelai dari 5% menjadi 0% mulai Agustus hingga Desember 2012, sebagai solusi krisis kedelai dalam jangka pendek. Kedua, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan juga menyebutkan bahwa pemerintah akan memfasilitasi Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) untuk mengimpor kedelai sendiri, termasuk kemungkinan kerjasama dengan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).
Pertama, menghapus bea masuk impor kedelai dari 5% menjadi 0% mulai Agustus hingga Desember 2012, sebagai solusi krisis kedelai dalam jangka pendek. Kedua, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan juga menyebutkan bahwa pemerintah akan memfasilitasi Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) untuk mengimpor kedelai sendiri, termasuk kemungkinan kerjasama dengan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).
Meski
pemerintah berharap solusi jangka pendek itu begitu manjur, para pelaku
industri kedelai menganggap kebijakan ini kurang efektif. Menurut Sutaryo,
Ketua Umum Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti), penghapusan
bea masuk tak serta-merta bisa dinikmati oleh para perajin tempe dan tahu.
Sebab, kebijakan itu baru berlaku untuk kedelai impor yang masuk mulai 1
Agustus 2012. “Pengaruhnya ke harga baru bisa dirasakan pada September atau
Oktober nanti,” tuturnya.
Sejatinya,
tujuan para perajin tempe dan tahu mogok hanya satu: meminta agar harga kedelai
lebih stabil. Sutaryo yakin, jika komoditas kedelai diserahkan sepenuhnya ke
mekanisme pasar, sangat susah menciptakan stabilitas harga. Alhasil, perlu ada
pembenahan tata niaga yang mampu mengimbangi dominasi importir besar supaya
harga lebih stabil. Tapi, dia pesimistis, mengubah tata niaga juga tak akan
berumur lama. Setiap ganti pejabat dan pemerintahan, muncul kebijakan baru. Karena
itu, yang paling penting, pemerintah fokus menjalankan strategi jangka panjang
untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Tak cukup
menggembar-gemborkan target swasembada, tapi perlu ada program yang nyata dan
terarah. Salah satunya adalah mencari solusi untuk ketersediaan lahan penanaman
kedelai dalam jumlah besar. Sampai tahun lalu, lahan produksi kedelai hanya
630.000 hektare. “Indonesia butuh minimal 1,2 juta hektare tambahan lahan untuk
mencapai swasembada kedelai,” ujar Benny A. Kusbini, Ketua Umum Dewan Kedelai
Nasional.
Selain
itu, produktivitas tanaman kedelai lokal juga harus ditingkatkan. Sebagai
contoh, tingkat produktivitas pertanian kedelai di AS bisa mencapai 2,6 juta
ton per hektare. Sementara, rata-rata produktivitas tanaman kedelai di
Indonesia baru mencapai 800 kilogram (kg) hingga 1 ton per hektare. Kualitas
hasil panen kedelai juga perlu jadi perhatian. Menurut Rachmat Hidayat,
Direktur Urusan Perusahaan PT Cargill Indonesia, para produsen makanan lebih
menyukai kedelai impor asal AS lantaran warnanya putih dengan ukuran yang lebih
besar dan seragam. Beda dengan kedelai lokal yang ukurannya lebih kecil.
“Kedelai lokal banyak diserap oleh produsen pakan ternak,” katanya
Pengelolaan
sektor pertanian lebih mudah untuk dikonsepkan daripada dilaksanakan. Ada empat
hal yang harus ditata dalam sektor pertanian, yaitu inovasi teknologi
pertanian, alih fungsi lahan, kelembagaan dan stabilisasi harga. Inovasi
teknologi pertanian di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan dengan tingkat kemajuan
luar biasa. Kemampuan beberapa perguruan tinggi dan lembaga riset pertanian
untuk mengembangkan bibit unggul dan teknik pengendalian hama bisa diandalkan.
Hanya saja respons pemerintah untuk menggunakan teknologi ini sebagai prosedur
standar dalam pengelolaan tanaman produktif tidak bisa diharapkan. Alih fungsi
lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman di beberapa kota besar tidak
terkendali sehingga berdampak pada produksi pertanian.
Perubahan
peran Bulog sebagai lembaga yang mempunyai kemampuan mengatur pasokan produk
pertanian sangat mempengaruhi jumlah pasokan produk pertanian yang strategis.
Dalam kasus krisis tahu tempe, peran pihak swasta importir kedelai sangat
besar. Penulis yakin jika dampak kekeringan di AS sudah selesai dan pasokan
kedelai di sana normal, harga kedelai tidak akan turun serta merta karena
perilaku mencari untung dari para importir.
Kelemahan
utama sektor pertanian adalah harga produk pertanian yang fluktutatif.
Hal ini juga terkait dengan peran Bulog yang tidak diberi kewenangan untuk
melaksanakan stabilisasi harga. Dalam pengelolaan sektor pertanian,
pemberlakuan kebijakan harga tetap diperlukan karena akan menjamin petani
bersedia menanam komoditas pertanian strategis seperti kedelai. Kebijakan
harga tetap jelas membutuhkan subsidi, namun mekanismenya bisa disesuaikan
dengan pemberian subsidi pada pengadaan bibit dan pupuk sehingga harga jual
tetap menguntungkan petani.
Berdasarkan
paparan ini kita bisa melihat bahwa krisis tahu tempe, makanan yang sering
dianggap sepele ternyata solusinya tidak sepele. Selain itu, solusi masalah ini
akan menyelesaikan permasalahan lain di dalam sektor pertanian maupun industri
secara umum di Indonesia.
KESIMPULAN
1.
Kekeringan di sebagian wilayah AS,
termasuk di sebagian setra pertanian. Departemen Pertanian AS menyatakan, 1.300
kota di 29 negara bagian mengalami kekeringan. Dan itu menyebabkan gagal panen
yang berimbas kepada Indonesia karena untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam
negeri Indonesia masih mengimpor dari AS.
2.
Solusi yang pertama yaitu, mulai dari penciptaan kedelai lokal yang
sesuai pasar. Memberi insentif bagi para
pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang berkaitan dengan
kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli kedelai. Buat
sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan penangkar-penangkar
benih kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah akan tercipta ribuan
tenaga kerja. Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk organik, pupuk kimia
dll. Dari pupuk organik, akan tercipta ribuan tenagakerja baru. Dari mulai
proses distribusi akan ada tenaga kerja baru yang tercipta dst dst. Keempat,
menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung, provinsi Gorontalo sudah
menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang lahannya terlantar.
Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.
SUMBER
http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/tentang-melambungnya-harga.html
Wahyuningsih, Endang. (2012). Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap
Kondisi
Ekonomi Indonesia.
[Online]. Tersedia: http://www.wealthindonesia.com/wealth-growth-and-accumulation/dampak-kenaikan-harga-minyak-terhadap-kondisi-ekonomi-indo.html. [21 Oktober 2012]
http://trisnatrichy.blogspot.com/2013/04/makalah-kenaikan-harga-bawang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar