Jumat, 06 Juni 2014

TUGAS KELOMPOK SOFTKILL KE-3 MATERI ARTIKEL : TINGGINYA BIAYA PRODUKSI

TUGAS KELOMPOK SOFTKILL AKUNTANSI INTERNASIONAL
 MATERI ARTIKEL :

TINGGINYA BIAYA PRODUKSI 

NAMA  KELOMPOK  :
1.  CHAIRUNISSA                         (21210543)
2. HANIS TRIJUNSA PUTRI      (23210125)
3. KARTIKA MONA LESTARI  (23210845)
4. VIVI JULIANTI                          (29210093)

KELAS  :  4EB23

ARTIKEL 1
1.      KENAIKAN HARGA BAWANG
     Ketidakberesan pemerintah dalam mengatur sektor pertanian, khususnya terkait dengan kebijakan impor sektor pangan, semakin nyata. Belum lama ini kenaikan harga komoditas bawang merah dan bawang putih dalam dua pekan terakhir membuat ibu-ibu rumah tangga menjerit hampir di seluruh kota di Tanah Air. Kenaikan harga pada tingkat tertentu sebenarnya tidak menjadi masalah, sepanjang terkendali. Namun akan menjadi masalah jika kenaikan harga sudah tidak terkendali, sehingga menyengsarakan kehidupan masyarakat dengan ekonomi tingkat bawah. Apalagi bila kenaikan tersebut mengakibatkan angka inflasi yang tinggi.
Dampaknya adalah menurunnya kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Para ibu rumah tangga pun mengeluh saat harga meningkat menjelang tahun politik ini. Karena itu, upaya menangani sumber-sumber kenaikan harga menjadi strategis untuk dilakukan.
Seperti yang terjadi akhir-akhir yaitu melonjaknya harga bawang yang disebabka oleh beberapa hal. Kenaikan harga bawang yang begitu drastis ini tentu saja menimbulkan berbagai masalah baik itu bagi konsumen mauun Negara. Bag konsumen, kenaikan harga bawang ini terasa begitu menyiksa terutama bagi kalangan masyarakat bawah. Kebutuhan akan komoditi bawang sebagai bumbu dapur ini sangat sulit untuk dikurangi mengingat bawang sendiri sudah menjadi bumbu wajib.
            Selain itu, dampak ini juga dirasakan bagi Negara karena kenaikan harga bawang ini merupakan penyumbang kenaikan inflasi terbesar. Maka dari itu perlu dibahas mengenai masalah kenaikan harga bawang ini. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah kenaikan harga bawang, hal-hal yang menyebabkannya dan beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Ø  Masalah Kenaikan Harga Bawang
Kenaikan harga produk hortikultura yang bervariasi memicu ketidakstabilan harga, khususnya bawang merah dan putih. Sebelumnya, harga bawang merah dan bawang putih berada di kisaran Rp 16-18 ribu per kilogram. Saat ini harga bawang putih melonjak menjadi Rp 72 ribu per kg, sedangkan bawang merah Rp 48 ribu per kg. Kenaikan harga dinilai tidak wajar, per hari bahkan bisa naik sampai Rp 5.000. Gejolak kenaikan harga yang bervariasi, jika tidak diantisipasi, dapat berubah menjadi krisis pangan.
Secara teknis, gejolak kenaikan harga pangan disebabkan oleh lemahnya infrastruktur distribusi, nilai tukar mata uang, dan harga input pertanian. Namun ada yang jauh lebih bersifat sistemik, yaitu terjadinya lonjakan harga karena faktor ulah manusia. Yang termasuk faktor ulah manusia adalah peran dominan kaum kapitalis, spekulasi di bursa berjangka, melemahnya peran negara, kebijakan impor yang salah, serta permainan swasta nasional dalam perdagangan.
Kenaikan harga pangan, khususnya bawang merah dan bawang putih, tentu membuat pedagang kecil tidak nyaman berusaha. Konsumen berkurang dan mengeluh. Lonjakan harga pangan hortikultura tak menguntungkan petani kecil, pedagang, dan konsumen. Dengan demikian, pengawasan stok bawang dan komoditas pangan hortikultura lainnya mutlak dilakukan. Payung hukum yang melarang penimbunan perlu diefektifkan. Jaringan informasi distribusi dan harga bawang harus transparan.
  Data Kementerian Perdagangan (12/3) menyebutkan, pada Februari  dan minggu pertama Maret 2013, harga bawang putih dan bawang rata-rata naik 31,38 persen. Harga itu  berawal dari  Rp 15.000 lalu meningkat menjadi Rp 60.000 per kilogram (kg). Sementara itu, bawang merah rata-rata naik 11,36 persen. Pada 4 Maret 2013 harganya Rp 21.000 kg, tetapi pada 12 Maret menjadi Rp 40.000 per kg. Dikhawatirkan kenaikan harga bawang putih dan bawang merah akan menyumbang inflasi terbesar untuk bulan Maret 2013. Pada Februari 2013 inflasi terbesar disumbang oleh kenaikan harga bawang putih dan bawang merah sekitar 16% .

Ø  Penyebab Kenaikan Harga Bawang
Ada beberapa hal yang disinyalir menjadi penyebab naiknya harga bawang yang sedang terjdi akhir-akhir ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Cuaca
Akibat cuaca kurang mendukung dan curah hujan cukup tinggi di berbagai belahan dunia akhir 2012 dan berlanjut pada Januari sampai Maret 2013, produksi beberapa komoditas hortikultura menurun, terutama komoditas bawang putih dan bawang merah di sejumlah Negara termasuk sentra-sentra produksi di wilayah Indonesia. Dampaknya, gagal panen dan terganggunya pasokan untuk pasar-pasar konsumsi di dalam negeri. Harga kedua komoditas tersebut dalam kurun waktu yang relatif singkat telah beberapa kali meroket  akibat makin berkurangnya pasokan.
b.      Kurangnya pasokan dan naiknya harga bawang di China
Faktor lain pemicu kenaikan harga bawang adalah kurangnya  pasokan dan naiknya harga dari negara asalnya yaitu China, yang merupakan eksportir terbesar bawang putih ke Indonesia, 95 persen kebutuhan nasional. Di China sendiri harga bawang putih naik dari Rp 13.000 per kg menjadi Rp 18.000 per kg akibat  gagal panen dan makin tingginya permintaan dalam negeri.
c.       Pelanggaran aturan importir
Krisis bawang di Indonesia diperkeruh ulah pemodal dan pengusaha besar ataupun importir, dengan melanggar aturan impor. Beberapa peti kemas dari 599 peti kemas bawang putih impor dari China, tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Diduga ada unsur kesengajaan pihak importir untuk menahan peti kemas dengan mengulur waktu pengurusan surat persetujuan impor (SPI) dan dokumen rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Harapannya,  terjadi kelangkaan bawang di pasar sehingga akan mendongkrak harga. Komisi Perdagangan dan Persaingan Usaha (KPPU)  mensinyalir 11 importir bawang putih melakukan praktik kartel dengan cara mengulur waktu pengurusan ijinnya bagi ke 394 peti kemas produk bawang putih.
d.      Kebijakan Pembatasan importasi
Secara umum, dinamika dan kompleksitas suatu masalah akibat pergerakan harga komoditas tertentu, telah menimbulkan berbagai persoalan sekaligus sebuah tantangan dan peluang yang perlu dicermati dan di antisipasi oleh kalangan stakeholder melalui sejumlah langkah kebijakan dan penerapan strategi yang tepat sasaran, guna mengendalikan dengan menjadikannya lebih bernilai dan bermanfaat (riant nugroho, 2009).
Akibat penerapan kebijakan tentang pembatasan importasi pada 13 produk hortikultura melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66 Tahun 2012, salah satunya komoditas bawang putih telah menimbulkan terjadinya kenaikan harga yang cukup tinggi pada sejumlah pasar konsumsi di daerah-daerah. Pada awalnya kebijakan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan berbagai alasan, antara lain untuk melindungi hasil produksi/panen para petani lokal yang akan memasuki panen raya, agar terserap hasil panennya di pasaran dan dapat menjamin tingkat harga yang lebih menguntungkan agar tidak jatuh pada tingkat yang rendah, seperti yang dialami pada tahun sebelumnya, serta dapat mengendalikan jumlah yang ideal atas pasokan yang akan memasuki pasar konsumen dalam negeri, antara perbandingan jumlah produksi dalam negeri dengan tingkat kebutuhan impornya.
Berdasarkan data dan angka pemerintah, produksi bawang putih lokal yang dihasilkan para petani menunjukan rata-rata produksinya sebesar 14.200 ton per tahun, sementara untuk kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, rata-rata per tahun sebesar 400.000 ton. Terlihat cukup besar angka perbandingannya, antara angka jumlah produksi dan angka jumlah kebutuhan permintaan dalam negeri, yaitu angkanya sebesar 385.800 ton per tahun.
Sekitar awal tahun antara Januari sampai dengan Maret 2013, panen raya diperkirakan akan segera dialami oleh para petani lokal penghasil komoditas hortikultura terutama bawang putih dan bawang merah. Dengan alasan dasar itulah pemberlakuan dan penetapan oleh stakeholder mengenai pembatasan impor produk hortikultura terutama komoditas bawang putih diberlakukan.
Pergerakan harga bagi ke dua komoditas tersebut, saat ini telah menjadi perhatian dan fokus utama bagi pemerintah khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Akibat kenaikan harga-harga pangan yang terjadi belakangan ini, dampak yang ditimbulkan sudah cukup meluas bagi hajat hidup orang banyak, dan harus segera dikendalikan kestabilan harganya sehingga tidak akan menggerus daya beli masyarakat Indonesia.
 Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, semestinya perlu segera dilakukan perbaikan regulasi terhadap kebijakan Permentan Nomor 66/2012 mengenai pembatasan impor hortikultura terutama komoditas bawang putih dan kebijakan terkait bawang putih lokal, bukan dengan cara menutup rapat keran impornya, akan tetapi lebih kepada pengendalian pasokannya di dalam negeri dikarenakan hasil produksi bawang putih kita (lokal) tidak akan mencukupi untuk penyediaan kebutuhan konsumsi masyarakat.

Ø  Solusi Kenaikan Harga Bawang
             Penyebab kenaikan harga kebutuhan pangan, khususnya komoditas bawang, bila dicermati bisa diakibatkan oleh tiga faktor. Pertama, kelangkaan barang; kedua, penurunan nilai mata uang yang dipegang masyarakat; dan ketiga, tingginya permintaan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kedua adalah problem kenaikan harga (inflasi) pada barang-barang kebutuhan pokok yang biasa terjadi dalam skala tahunan secara agregat (merata pada suatu masyarakat), dan hal ini terjadi bukan lantaran kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok tersebut.
Setidaknya ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga, terutama komoditas bawang, agar menjadi stabil.
·         Mengawasi harga agar terkendali
pemerintah seharusnya mampu mengawasi harga agar terkendali, tidak boleh membiarkan harga melambung tinggi yang dinaikkan sepihak oleh penjual perusahaan swasta, sementara masyarakat menjerit. Praktek-praktek yang terlarang, seperti penipuan, penimbunan, monopoli, menetapkan harga, dan menaikkan harga, perlu ditindak dengan sanksi yang tegas.
Di samping itu, pemerintah perlu mendorong berkembangnya sektor riil saja (pertanian, perikanan, perkebunan, perindustrian, transportasi, dll). Regulasi yang mengatur barang dan jasa yang boleh atau tidak boleh dilakukan secara berkelanjutan perlu dibuat secara berkeadilan. Aktivitas perdagangan produk pangan perlu dijaga agar berjalan sewajarnya, sehat dan adil, tidak merugikan antara penjual dan pembeli dengan menaikkan harga seperti yang terjadi sekarang ini.
·         Penurunan biaya sarana produksi
Pemerintah mesti menurunkan biaya sarana produksi pertanian dan memperbaiki infrastruktur distribusi hasil pertanian. Tingginya biaya produksi dan biaya angkut saat ini dinilai sebagai pemicu utama meningkatnya harga pangan, khususnya bawang. Diperlukan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku peredaran produk illegal serta pengawasan aturan yang diberlakukan terhadap terjadinya kenaikan permintaan makanan dan minuman
·         Edukasi terhadap konsumen lokal
Faktor komponen yang perlu serius diperhatikan oleh para pemangku pembuat kebijakan jika akan dilakukan perbaikan pada regulasi, adalah berupaya agar dapat menciptakan kegairahan para petani kembali untuk meningkatkan produktivitas dan produksi bawang putih local, serta upaya yang lebih intensitas pelaksanaan edukasi kepada para konsumen di dalam negeri agar dapat beralih (diversifikasi) yang tadinya terbiasa mengolah makanan dengan bawang putih impor kepada jenis bawang putih lokal yang saat ini masih kurang diminati penggunaannya.
Dengan demikian, jika kebijakan tersebut dapat mendiversifikasi permintaan mereka, tentunya akan mempunyai dua keuntungan sekaligus, yaitu pertama: Para petani akan lebih bergairah untuk menanam kembali sehingga terjadi peningkatan hasil/panen produksi bawang putih lokal yang impaknya dapat meningkatkan pendapatan para petani, dan secara tidak langsung akan terjadi pengurangan jumlah kuota impor produk bawang putih di dalam negeri, akibat telah tingginya permintaan konsumen yang sudah beralih dan mengemari penggunaan produk bawang putih lokal sehari-hari.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu menghentikan impor pangan pada produk yang bisa dihasilkan di dalam negeri seperti bawang, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Sebab, impor bahan pangan, selain menghamburkan devisa, dapat membunuh produsen pangan dalam negeri dan mengancam kedaulatan pangan nasional. Selain itu, impor pangan hanya akan memakmurkan para spekulan dan komprador penjual. Di sisi lain, negara dengan penduduk lebih dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa maju, jika kebutuhan pangannya bergantung pada impor (FAO, 1998). Negara perlu segera menjadikan sektor pertanian sebagai sumber kekuatan ekonomi nasional. Akhirnya, seluruh kebijakan politik-ekonomi menjelang tahun politik ini harus kondusif untuk bisa mengendalikan kenaikan harga pangan.
·         Pemanfaatan Teknologi
Pertimbangan tambahan yang harus menjadi perhatian  bersama adalah dengan menggalakkan bidang penelitian dan pengembangan dalam pertanian. Dengan masih lemahnya diseminasi teknologi dan pemanfaatan teknologi tersebut kepada masyarakat secara luas menjadi salah satu kendala juga bagi adopsi penerapan teknologi dalam usaha meningkatkan produksi, di tambah lagi mekanisme investasi dan pembiayaan pertanian yang saat ini masih belum semua bisa dijangkau oleh masyarakat terutama para petani.
Meningkatkan kemampuan produksi dan menciptakan daya saing yang tinggi bagi komoditas pertanian dalam negeri terutama komoditas hortikultura menjelang era perdagangan bebas, menjadi salah satu dasar kekuatan ekonomi bangsa dan kunci untuk mengulang kesuksesan kembali Indonesia sebagai negara agraris (swasembada) yang mendukung perekonomian dunia.
ARTIKEL 2
2.  Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Tingkat Inflasi dan  Perekonomian Indonesia
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian secara drastis. Kenaikan BBM ini akan diikuti oleh naiknya harga barang-barang dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa ini menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan mempersulit perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap.
Jika terjadi kenaikan harga BBM di negara ini, akan sangat berpengaruh terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply). Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2009:291). Sementara penawaran adalah banyaknya jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen pada tingkat harga dan waktu tertentu.
Permintaan dari masyarakat akan berkurang karena harga barang dan jasa yang ditawarkan mengalami kenaikan. Begitu juga dengan penawaran, akan berkurang akibat permintaan dari masyarakat menurun. Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi melonjak akibat dari naiknya biaya produksi dari barang dan jasa. Ini adalah imbas dari kenaikan harga BBM. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, “Jika harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun, dan sebaliknya  jika harga barang turun, jumlah barang yang diminta akan bertambah” (Jaka, 2007:58).
Masalah lain yang akan muncul akibat dari kenaikan harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang mengalami kenaikan. Kondisi perekonomian Indonesia juga akan mengalami masalah. Daya beli masyarakat akan menurun, munculnya pengangguran baru, dan sebagainya.
Inflasi yang terjadi akibat kenaikan harga BBM tidak dapat atau sulit untuk dihindari, karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Disisi lain, kenaikan harga BBM juga tidak dapat dihindari, karena membebani APBN. Sehingga Indonesia sulit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik itu tingkat investasi, maupun pembangunan-pembangunan lain yang dapat memajukan kondisi ekonomi nasional.
Dengan naiknya tingkat inflasi, diperlukan langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan untuk mengatasinya, demi menjaga kestabilan perekonomian nasional. Diperlukan kebijakan pemerintah, dalam hal ini Bank Sentral yakni Bank Indonesia untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang beredar di masyarakat ini berhubungan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Banyaknya uang yang beredar di masyarakat ini adalah dampak konkret dari kenaikan harga BBM.
Bank Indonesia selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk mengatasi masalah ini, selain pemerintah tentunya, bertugas untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Salah satu  langkah yang dilakukan untuk mengatasi inflasi ini adalah dengan mengatur tingkat suku bunga. Kebijakan menaikan dan menurunkan tingkat suku bunga ini dikenal dengan sebutan politik diskonto yang merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter.
Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai  “Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Tingkat Inflasi dan Perekonomian Indonesia”.
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan BBM bisa kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan masal, sehingga ketidakstabilan dimasyarakat akan meluas (Hamid, 2000:144). Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk menerima kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM ini merupakan tindakan pemerintah yang beresiko tinggi.
Meskipun demikian, kenaikan harga BBM juga dapat menimbulkan dampak yang positif.
A.    Dampak Positif
1)      Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternatif
Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.
2)      Pembangunan Nasional akan lebih pesat
Pembangunan nasional akan lebih pesat karena dana APBN  yang awalnya digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.
3)      Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi.
4)      Mengurangi Pencemaran Udara
Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar tersebut dapat berkurang, dan akan berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.
B.     Dampak negatif
1)      Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal.
Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.
2)      Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi perekonomian   khususnya UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)
3)      Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga bahan, beban transportasi dll.
4)       Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian akan terputus.
5)      Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran.
            Dengan meningkatnya biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6)      Inflasi
Inflasi akan terjadi jika harga BBM menglami kenaikan. Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau jasa.

Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Inflasi dan Perekonomian
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula. Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah “Cost Push Inflation”. Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang akan terjadi adalah “Domestic Inflation”, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.
Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap.  Ujungnya perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.
Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang.
Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku minyak juga.
Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah (CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak akan sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi minyak.
       Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional
Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak dari terjadinya inflasi terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
1.      Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja di masyarakat,
2.      Inflasi dapat mengakibatkan ketidak merataan pendapatan dalam masyarakat,
3.      Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Sementara dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa dirugikan dan ada juga yang diuntungkan. Golongan masyarakat yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan para kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para debitur.
Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen (IHK). Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.

            KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan simpulan dari masalah yang dibahas. Inflasi merupakan melemahnya atau menurunnya nilai mata uang karena banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat, atau suatau keadaan dimana terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan terjadi secara terus-menerus (continue).
Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak bagi masyarakat. Baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang signifikan akan terjadi pada tingkat inflasi dan pada kondisi perekonomian nasional. Dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi adalah akan terjadi kenaikan pada tingkat persentase inflasi. Jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah, dan akan berdampak pula pada harga berbagai jenis barang dan jasa. Kondisi perekonomian akan mengalami goncangan, ketidakstabilan akan terjadi. Iklim investasi akan menurun, sehingga berpengaruh pada jumlah pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan kebijakan moneter. Seluruh instrumen kebijakan moneter efektif dalam mengurangi dan mengatasi inflasi.


























ARTIKEL 3
3.     MELAMBUNGNYA  HARGA  KEDELAI 
Harga kedelai yang telah mencapai harga Rp. 8.000,- membuat para produsen tahu dan tempe kewalahan dalam memperoleh bahan baku pembuatan tahu dan tempe. Dulu orang bangga makan Semur daging dan ayam opor, ketimbang makan tahu tempe, tapi kini tahu dan tempe barang mahal dan langka. Namun siapa sangka hari ini tahu dan tempe menjadi makanan elit atau bahkan nyaris hilang dari pasar karena aksi mogok para produsen tahu dan tempe yang menuntut diturunkannya harga kedelai yang melonjak cukup tinggi. Para produsen tahu tempepun menyiasiati mahalnya harga kedelai yang melonjak cukup tinggi tersebut dengan memperkecil ukuran tahu tempenya. Akankah tahu dan tempe menjadi barang yang langka ataupun kalau ada harga bisa melebihi seekor ayam potong?
Sebenarnya masalah kenaikan harga kedelai ini adalah ulangan kejadian tahun 2008. Pada saat itu, banyak pengusaha tahu dan tempe harus menghentikan  produksinya karena kenaikan biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual. Solusi yang diberikan pemerintah pada waktu itu adalah mencari sumber impor kedelai dari negara lain selain AS. Penulis yakin solusi untuk mengatasi kenaikan harga kedelai tahun ini juga sama, yaitu mengimpor kedelai dari negara lain selain AS. Namun demikian, solusi itu tidak mengatasi masalah mendasar dari industri ini yaitu kerentanan bahan baku dari fluktuasi harga dan pasokan.
Pada dasarnya hampir semua industri berbasis produk pertanian di Indonesia mempunyai masalah yang sama dengan industri tempe dan tahu. Hal ini merupakan akibat ketidakjelasan tata kelola industri nasional secara menyeluruh. Pelaku industri dan pemerintah cenderung mencari jalan keluar instan yang hanya bersifat sementara, ada pun masalah fundamental tetap tidak terpecahkan.
Untuk mengatasi melonjaknya harga kedelai, pemerintahpun segera mengambil langkah-langkah untuk dapat menurunkan harga kedelai dengan  memberikan dan memfasilitasi keleluasaan kepada Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe untuk mengimpor langsung kedelai. “Kementerian Perdagangan juga telah melakukan pembicaraan dengan pengimpor kedelai untuk tidak mengambil keuntungan yang tinggi di dalam situasi kedelai dunia yang sedang mendapatkan persoalan karena kekeringan dan China mengimpor kedelai yang sangat besar lebih dari 60 juta ton,” lanjut Hatta.
Harga bahan baku kedelai impor dari Amerika Serikat (AS) naik sampai kisaran Rp7.800-Rp8.000 per kilogram dari sebelumnya hanya Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram. Kondisi ini memaksa pengusaha tahu tempe untuk menghentikan produksi mereka. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tahu dan tempe sejak lama menyimpan masalah laten yaitu ketergantungan bahan baku terhadap kedelai impor. Hal ini sebenarnya ironis mengingat tahu dan tempe sering disebut makanan asli Indonesia, tetapi bahan bakunya justru diimpor dari AS. Penyebab utama kenaikan harga bahan baku kedelai sebenarnya dipicu oleh kekeringan yang melanda daerah pertanian utama di Midwest, AS. Departemen Pertanian AS menyebutkan produksi kedelai turun dari 81,25 juta ton pada tahun musim panen tahun 2011 menjadi 76,25 juta ton pada musim panen tahun ini.
Menko Perekonomian mengajak semua pihak untuk terus mendorong petani-petani kedelai kita untuk terus meningkatkan produksi dan memanfaatkan, situasi keadaan dunia yang sedang kekurangan ini.

Ø  PERMASALAHAN
Menteri Pertanian Suswono mengatakan melonjaknya harga kedelai saat ini akibat petani beralih ke komoditas jagung. Komoditas jagung dinilai lebih menjanjikan karena harganya lebih tinggi. "Jagung dan kedelai ditanam dalam waktu yang sama. Saat ini petani cenderung beralih ke jagung. Sebab dengan harga kedelai Rp 5 ribu, petani berat untuk kedelai," kata Menteri Pertanian Suswono saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa, 24 Juli 2012.Pada Januari lalu harga eceran kedelai hanya Rp 5.500 - Rp 5.600 per kilogram. Namun saat ini harganya sudah mencapai Rp 8 ribu per kilogram.
Kenaikan harga kedelai juga disebabkan produksi kedelai di Amerika Serikat menurun. Padahal, Negeri Abang Sam ini adalah penghasil kedelai terbesar di dunia dan sumber ekspor kedelai ke Indonesia. Selain itu, kata Suswono, Cina mulai membeli kedelai secara besar-besaran. Akibatnya, pasokan kedelai di pasar dunia menipis
Harga kedelai yang melonjak ini membuat perajin tempe dan tahu berniat mogok kerja. "Inilah persoalan ketika harga kedelai tinggi, maka produsen tempe dan tahu yang akan berteriak. Karena kita masih impor kedelai 60 persen dan 40 persen lokal," ujar Suswono.
Bayangkan saja kebutuhan nasional kedelai 2,4 juta ton/tahun. Demand (permintaan) sebesar itu hanya bisa dipenuhi di dalam negeri sekitar  600 ribu/ tahun. Terdapat kekurangan yang mencapai 1,8 juta ton/tahun.Ini adalah peluang !!!! Peluang bagi penduduk anak negeri. Peluang itu bisa menciptakan ratusan ribu pekerjaan baru bagi anak negeri. Bahkan bisa berdampak efek domino, menggerakan ekonomi dalam negeri dalam skala luas.
Permasalahan kedelai ini dapat digolongkan dalam 5 kategori :
1.  Kebijakan Pemerintah
Ini adalah masalah utama. Contohnya adalah kepemilikan lahan. Beberapa tahun yang lalu, sudah ada RUU Lahan Pertanian abadi 
Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA ) Winarno Tohir mengatakan, RUU Lahan Pertanian Abadi yang disampaikan pemerintah kepada DPR dan baru dibahas mulai awal tahun ini. Sayang, perkembangan pembahasannya belum juga menunjukkan perkembangan.”Agar ada kepastian untuk ketersediaan lahan pertanian, sudah seharusnya RUU ini cepat diselesaikan,” ujar Winarno, Sabtu (15/11).Winarno menjelaskan, RUU Lahan Pertanian Abadi dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang antara pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan pertanian. Bila tidak, bukan tidak mungkin Indonesia bakal kesulitan suplai pangan.Di dalam RUU tersebut, lanjut dia, disebutkan ada jaminan untuk lahan pertanian. Itu dalam artian, masyarakat diwajibkan menyediakan lahan pertanian baru bila ingin mengalihfungsikan lahan pertanian yang ada untuk fungsi lain seperti diganti untuk perumahan. “Jadi prinsipnya boleh menggunakan lahan pertanian asal menggantikan lahan baru untuk lahan pertanian yang dipakai,” sambungnya. 
2.   Bea Masuk Kedelai
Selanjutnya, Menaikkan biaya masuk kedelai. Menurut saya, biaya masuk tarif impor kedelai 5 % terlalu rendah. Dengan menaikkan biaya ini, maka harga kedelai bisa mahal. Dan ini peluang bagi petani kedelai. Bukannya malah menjadikan tarif impor menjadi 0 %. Dimana logikanya?
Malah hari ini, pemerintah telah menghapus bea masuk kedelai. Alasannya karena darurat. Alasanyang tidak tepat. Masa darurat terjadi berkali-kali. Ingat tahun 2008, kita juga sudah pernah mengalaminya.
3.   Tata Niaga Kedelai
Bila harga sedang naik, petani cendrung latah tanam kedelai. Hasilnya, harga jeblok. Petani rugi. Tak mau lagi tanam kedelai. Ini adalah dilema. Menentukan tata niaga kedelai bisa dijadikan ajuan bagi petani kedelai. Ada harga ekonomis terendah bagi kedelai.
4.   Pola Pikir
Saya sudah menjelasakan dalam tulisan mengenal musim tanam dan pola tanam  dan pola tanam padi sawah dan IP 400.  Dengan cara sederhana, menerapkan pola tanam yang benar maka hasil kedelai bisa tingkatkan. Bahkan bisa swasembada kedelai. Tapi pola pikir pengambil kebijakan dan sebagian besar para petani  terbalik. Mereka ingin agar sawahnya, ditanam padi selama 1 tahun. Bahkan kalau bisa menjadi IP 400. agar swasembada padi berkelanjutan. Pola pikir terbalik juga terdapat pada SL PTT padi dan kedelai. Di daerah tertentu dengan SL PTT padi, kadang poktan diberikan benih yang lama seperti Ciherang (2000). Padahal, di daerah tsb sudah ada yang tanamin padi.
Demikian pula dengan kedelai. Ada daerah tertentu yang mendapatkan SL PTT kedelai. Yang didapat varietas anjasmoro, padahal ada varietas lain seperti grobogan yang jelas-jelas di daerah tsb sudah terbukti unggul. Akibatnya yaitu hasil padi yang digadang-gadang malah hasilnya kurang. Jumlah air yang dibutuhkan banyak. Hama dan penyakit padi meningkat. Dan banyak kerugian lagi yang didapatkan. Bila ada contoh dari daerah tertentu seperti Grobogan. Harusnya daerah lain mencontoh.  Dan tugas pemerintah menyebarkan keberhasilan daerah yang sudah bagus dalam hal ini penanganan kedelai.
5.   Program Berkelanjutan
Pertama, mulai dari penciptaan kedelai lokal yang sesuai pasar. Memberi insentif bagi para pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang berkaitan dengan kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli kedelai. Buat sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan penangkar-penangkar benih kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah akan tercipta ribuan tenaga kerja. Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk organik, pupuk kimia dll. Dari pupuk organik, akan tercipta ribuan tenagakerja baru. Dari mulai proses distribusi akan ada tenaga kerja baru yang tercipta dst dst. Keempat, menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung, provinsi Gorontalo sudah menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang lahannya terlantar. Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.
Faktor lain yang tak kalah penting, yaitu ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor menjadikan industri pengguna kedelai terbelenggu oleh harga komoditas ini di pasar global. Maklum, hampir 90% kebutuhan kedelai dalam negeri masih harus dipasok dari beberapa negara, terutama Amerika Serikat (AS) dan Amerika Selatan. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011, total produksi kedelai produksi dalam negeri hanya mencapai 851.286 ton atau memasok 29% dari total kebutuhan dalam negeri yang mencapai hampir 2,6 juta ton (lihat tabel).
Alhasil, sisa kebutuhan ditutup oleh kedelai impor yang mencapai 2,09 juta ton. Hampir 80% di antaranya berasal dari AS (1,85 juta ton). Oleh karena itu, kondisi di negara penghasil kedelai sangat berpengaruh pada pasokan dan harga. Tren kenaikan harga kedelai saat ini, misalnya, dipicu oleh kekeringan di sebagian wilayah AS, termasuk di sebagian setra pertanian. Departemen Pertanian AS menyatakan, 1.300 kota di 29 negara bagian mengalami kekeringan sehingga mengakibatkan kondisi lahan berada pada level terburuk sejak 1988. Saat itu, produksi kedelai negara itu anjlok 20% dibanding tahun sebelumnya.
Katakanlah kekeringan di AS tidak terjadi. Problem lain yang menggelayuti industri pengguna kedelai adalah tata niaga kedelai masih dikuasai oleh beberapa perusahaan. Ada empat importir besar dan beberapa puluh distributor yang leluasa menentukan harga. Jadi, tidak mudah mengubah system perdagangan yang sudah mengakar ini.

SOLUSI  DARI PEMERINTAH
Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi krisis tingginya harga kedelai. Sayang, kebijakan ini tak bisa otomatis menurunkan harga karena pasokan kedelai sangat dipengaruhi beberapa faktor yang perlu solusi jangka panjang. Dalam rencana kerja Kementerian Pertanian, untuk mencapai swasembada kedelai pada 2014, maka produksi harus mencapai 2,7 juta ton. Namun, upaya swasembada ini masih terkendala masalah lahan. "Swasembada kedelai memerlukan tambahan lahan minimal 500 ribu hektare," kata dia. Saat ini pihaknya sedang mengupayakan menambah lahan yang diinventarisasi oleh Badan Pertanahan Nasional. Kementerian Pertanian dan BPN sepakat untuk meretribusi lahan untuk kebutuhan pertanian. Dalam satu bulan ke depan, pihaknya bersama BPN akan mengkaji lahan mana yang bisa didistribusikan kepada petani. Namun, jika ternyata tak kunjung terealisasi, maka akan diterapkan pola inti-plasma. Suswono juga punya rencana lain. Untuk menggenjot produksi kedelai, maka akan dilakukan dengan sistem tumpang sari. Potensi penanaman sistem tumpang sari ini bisa setara perluasan lahan 200 ribu hektare. Musim kemarau dianggap cocok untuk mulai menanam kedelai.
Agar tidak bergantung pada penambahan lahan, Kementerian Pertanian akan mengupayakan peningkatan produktivitas dari 1,3 ton per hektare menjadi 1,54 ton per hektare. Lalu pemberian bantuan benih unggul, meningkatkan penggunaan pupuk, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. "Dalam dua tahun masih memungkinkan untuk swasembada," katanya.
Aksi mogok para produsen tempe dan tahu selama tiga hari sampai akhir pekan lalu memaksa pemerintah bergerak. Menjawab aspirasi para produsen tempe tahu yang mengeluhkan harga kedelai yang makin tinggi sejak Mei 2012 lalu, lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag), pemerintah member solusi.         
Pertama, menghapus bea masuk impor kedelai dari 5% menjadi 0% mulai Agustus hingga Desember 2012, sebagai solusi krisis kedelai dalam jangka pendek. Kedua, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan juga menyebutkan bahwa pemerintah akan memfasilitasi Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) untuk mengimpor kedelai sendiri, termasuk kemungkinan kerjasama dengan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).
Meski pemerintah berharap solusi jangka pendek itu begitu manjur, para pelaku industri kedelai menganggap kebijakan ini kurang efektif. Menurut Sutaryo, Ketua Umum Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti), penghapusan bea masuk tak serta-merta bisa dinikmati oleh para perajin tempe dan tahu. Sebab, kebijakan itu baru berlaku untuk kedelai impor yang masuk mulai 1 Agustus 2012. “Pengaruhnya ke harga baru bisa dirasakan pada September atau Oktober nanti,” tuturnya.
Sejatinya, tujuan para perajin tempe dan tahu mogok hanya satu: meminta agar harga kedelai lebih stabil. Sutaryo yakin, jika komoditas kedelai diserahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar, sangat susah menciptakan stabilitas harga. Alhasil, perlu ada pembenahan tata niaga yang mampu mengimbangi dominasi importir besar supaya harga lebih stabil. Tapi, dia pesimistis, mengubah tata niaga juga tak akan berumur lama. Setiap ganti pejabat dan pemerintahan, muncul kebijakan baru. Karena itu, yang paling penting, pemerintah fokus menjalankan strategi jangka panjang untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Tak cukup menggembar-gemborkan target swasembada, tapi perlu ada program yang nyata dan terarah. Salah satunya adalah mencari solusi untuk ketersediaan lahan penanaman kedelai dalam jumlah besar. Sampai tahun lalu, lahan produksi kedelai hanya 630.000 hektare. “Indonesia butuh minimal 1,2 juta hektare tambahan lahan untuk mencapai swasembada kedelai,” ujar Benny A. Kusbini, Ketua Umum Dewan Kedelai Nasional.
Selain itu, produktivitas tanaman kedelai lokal juga harus ditingkatkan. Sebagai contoh, tingkat produktivitas pertanian kedelai di AS bisa mencapai 2,6 juta ton per hektare. Sementara, rata-rata produktivitas tanaman kedelai di Indonesia baru mencapai 800 kilogram (kg) hingga 1 ton per hektare. Kualitas hasil panen kedelai juga perlu jadi perhatian. Menurut Rachmat Hidayat, Direktur Urusan Perusahaan PT Cargill Indonesia, para produsen makanan lebih menyukai kedelai impor asal AS lantaran warnanya putih dengan ukuran yang lebih besar dan seragam. Beda dengan kedelai lokal yang ukurannya lebih kecil. “Kedelai lokal banyak diserap oleh produsen pakan ternak,” katanya
Pengelolaan sektor pertanian lebih mudah untuk dikonsepkan daripada dilaksanakan. Ada empat hal yang harus ditata dalam sektor pertanian, yaitu inovasi teknologi pertanian, alih fungsi lahan, kelembagaan dan stabilisasi harga. Inovasi teknologi pertanian di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan dengan tingkat kemajuan luar biasa. Kemampuan beberapa perguruan tinggi dan lembaga riset pertanian untuk mengembangkan bibit unggul dan teknik pengendalian hama bisa diandalkan. Hanya saja respons pemerintah untuk menggunakan teknologi ini sebagai prosedur standar dalam pengelolaan tanaman produktif tidak bisa diharapkan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman di beberapa kota besar tidak terkendali sehingga berdampak pada produksi pertanian.
Perubahan peran Bulog sebagai lembaga yang mempunyai kemampuan mengatur pasokan produk pertanian sangat mempengaruhi jumlah pasokan produk pertanian yang strategis. Dalam kasus krisis tahu tempe, peran pihak swasta importir kedelai sangat besar. Penulis yakin jika dampak kekeringan di AS sudah selesai dan pasokan kedelai di sana normal, harga kedelai tidak akan turun serta merta karena perilaku mencari untung dari para importir.
Kelemahan utama sektor pertanian adalah  harga produk pertanian yang fluktutatif. Hal ini juga terkait dengan peran Bulog yang tidak diberi kewenangan untuk melaksanakan stabilisasi harga. Dalam pengelolaan sektor pertanian, pemberlakuan kebijakan harga tetap diperlukan karena akan menjamin petani bersedia menanam komoditas pertanian strategis seperti kedelai. Kebijakan  harga tetap jelas membutuhkan subsidi, namun mekanismenya bisa disesuaikan dengan pemberian subsidi pada pengadaan bibit dan pupuk sehingga harga jual tetap menguntungkan petani.
Berdasarkan paparan ini kita bisa melihat bahwa krisis tahu tempe, makanan yang sering dianggap sepele ternyata solusinya tidak sepele. Selain itu, solusi masalah ini akan menyelesaikan permasalahan lain di dalam sektor pertanian maupun industri secara umum di Indonesia.

KESIMPULAN

  1.  Kekeringan di sebagian wilayah AS, termasuk di sebagian setra pertanian. Departemen Pertanian AS menyatakan, 1.300 kota di 29 negara bagian mengalami kekeringan. Dan itu menyebabkan gagal panen yang berimbas kepada Indonesia karena untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri Indonesia masih mengimpor dari AS.                                     

2.       Solusi yang pertama yaitu, mulai dari penciptaan kedelai lokal yang sesuai pasar. Memberi  insentif bagi para pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang berkaitan dengan kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli kedelai. Buat sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan penangkar-penangkar benih kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah akan tercipta ribuan tenaga kerja. Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk organik, pupuk kimia dll. Dari pupuk organik, akan tercipta ribuan tenagakerja baru. Dari mulai proses distribusi akan ada tenaga kerja baru yang tercipta dst dst. Keempat, menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung, provinsi Gorontalo sudah menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang lahannya terlantar. Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.

SUMBER 

http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/tentang-melambungnya-harga.html
Wahyuningsih, Endang. (2012). Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap
http://trisnatrichy.blogspot.com/2013/04/makalah-kenaikan-harga-bawang.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar