Jumat, 03 Juni 2011

Perekonomian Indonesia (minggu ke-8)

SEKTOR PERTANIAN
1.Peranan Sektor Pertanian
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat (4) bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut.
1.Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik diri sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.
2.Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestic bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.
3.Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain itu, menurut teori penawaran tenaga (L) tak terbatas dari Arthur Lewis dan telah terbukti dalam banyak kasus, bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus L dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.
4.Sebagai sumber penting bagi surplus neraca pedagangan (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.
2.Sektor Pertanian di Indonesia
1.Pertumbuhan Output Sejak Tahun 1970-an
Mungkin sudah merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses industrialization, di mana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relative menurun sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier meningkat.
2.Pertumbuhan dan Diversifikasi Ekspor
Komoditi pertanian Indonesia yang diekspor cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
3.Kontribusi Terhadap Kesempatan Kerja
Sudah diduga bahwa di suatu negara agraris besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih didominasi oleh ekonomi pedesaan, sebagian besar dari jumlah angkatan / tenaga kerja (L) bekerja di pertanian.
4.Ketahanan Pangan
Di Indonesia, ketahanan pangan merupakan salah satu topik yang sangat penting, bukan saja diihat dari nilai-nilai ekonomi dan sosial, tetapi masalah ini mengandung konsekuensi politik yang sangat besar. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan kelangsungan suatu kabinet pemerintah atau stabilitas politik di dalam negeri apabila Indonesia terancam kekurangan pangan atau kelaparan. Bahkan di banyak negara, ketahanan pangan sering digunakan sebagai alat politik bagi seorang presiden untuk mendapatkan dukungan dari rakyatnya. Ketahanan pangan menjadi tambah penting lagi terutama karena saat ini Indonesia merupakan salah satu anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Artinya, di satu pihak, pemerintah harus memperhatikan kelangsungan produksi pangan di dalam negeri demi menjamin ketahanan pangan, namun, di pihak lain, Indonesia tidak bisa menghambat impor pangan dari luar. Dalam kata lain, apabila Indonesia tidak siap, keanggotaan Indonesia di dalam WTO bisa membuat Indonesia menjadi sangat tergantng pada impor pangan, dan ini dapat mengancam ketahanan pangan di dalam negeri.
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.” UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy, 2002a).
a.Kebutuhan Pangan Nasional
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun, keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal : karena volume produksi rendah (yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke seluruh dunia: banyak daerah seperti Afrika mengalami krisis pangan, sementara di Eropa Barat, Amerika Utara, dan sebagian Asia mengalami kelebihan pangan.
Menurut prediksi dari FAO, untuk 30 tahun ke depan, peningkatan produksi pangan akan lebih daripada pertumbuhan pendudukan dunia. Peningkatan produksi pangan yang tinggi itu akan terjadi di DCs. Selain kecukupan pangan, kualitas makanan juga akan membaik. Menurut data dari FAO, dalam 20 tahun belakangan ini peningkatan produksi pangan di dunia rata-rata per tahun mencapai 2,1%, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dunia hanya 1,6% per tahun. Selama periode 2000-2015 peningkatan produksi pangan diperkirakan akan menurun menjadi rata-rata 1,6% per tahun, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk dunia yang diprediksi 1,2% per tahun. Untuk periode 2015-2030 FAO memperkirakan produksi pangan akan tumbuh lebih rendah lagi yakni 1,3% per tahun, tetapi masih lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk dunia sebesar 0,8% per tahun. Produksi biji-bijian dunia akan meningkat sebesar 1 miliar ton selama 30 tahun ke depan, dari 1,84 miliar ton di tahun 2000 menjadi 2,84 miliar ton di tahun 2010 (Husodo, 2002).
3.Nilai Tukar Petani
1.Pengertian Nilai Tukar
Yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilai tukar suatu barang dengan barang lain, jadi suatu rasio harga (nominal atau indeks) dari dua barang yang berbeda. Sebagai contoh sederhana, misalnya ada dua jenis barang: A dan B dengan harga masing-masing PA = 10 dan PB = 20. Maka nilai tukar barang A terhadap barang B adalah rasio (PA/PB) x 100 % = 1/2. Rasio ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan ½ unit B harus ditukar dengan 1 unit A (atau 1 unit B ditukar dengan 2 unit A). rasio ini dapat juga diartikan sebagai berikut. Di dalam suatu ekonomi dengan SDA, SDM, K,T,E dan input-input produksi lainnya yang ada tetap tidak berubah, biaya alternative dari membuat 1/2 unit B adalah harus mengorbankan (tidak membuat) 1 unit A. Semakin kuat posisi tawar barang A (misalnya PA naik dengan laju lebih tinggi daripada kenaikan PB), semakin tinggi nilai rasio tersebut, dan sebaliknya semakin rendah.
4.Investasi di Sektor Pertanian
5.Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur

Sumber : Tambunan, Tulus T.H. (2003), perekonomian indonesia beberapa masalah penting, penerbit Ghalia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar